Home » Budaya Jepang » Perbedaan Budaya Jepang dan Indonesia: Apa Saja Bedanya?

Perbedaan Budaya Jepang dan Indonesia: Apa Saja Bedanya?

Perbedaan Budaya Jepang dan Indonesia: Apa Saja Bedanya?

Jepang dan Indonesia, dua negara di Asia yang kaya akan kebudayaan, memiliki daya tarik uniknya masing-masing. Bagi siapa pun yang berencana mengunjungi, belajar, atau bahkan menetap di salah satu negara ini, memahami nuansa perbedaan budaya Jepang dan Indonesia bukan hanya sekadar rasa ingin tahu, melainkan kebutuhan esensial. 

Artikel dari LPK Jabung ini akan mengupas tuntas berbagai aspek perbedaan budaya antara Jepang dan Indonesia, memberikan gambaran yang komprehensif agar Anda siap menghadapi pengalaman baru di Jepang dengan penuh percaya diri dan hormat.

Baca Juga: Ada Apa Saja Jenis Visa Jepang? Ketahui Di Sini!

Pentingnya Memahami Perbedaan Budaya Jepang dan Indonesia

Memahami perbedaan budaya Jepang dan Indonesia bukanlah sekadar pengetahuan umum. Bagi kalian yang akan berinteraksi dengan orang Jepang atau akan pindah ke Jepang, ini merupakan pegangan yang penting untuk diingat.

Dengan memahami perbedaan antarbudaya ini, kami bisa mencegah terjadinya kesalahpahaman dan konflik. Selain itu, memahami budaya Jepang akan membantu adaptasi dan integrasi sosial bagi mereka yang baru pindah untuk menetap di Jepang.

Budaya Menyapa: Ojigi vs Salaman

Di Jepang, cara membungkuk (ojigi) adalah cara menyapa yang biasa dilakukan. Bentuk dan kedalaman bungkukan mengindikasikan tingkat rasa hormat, status sosial, dan konteks situasi. Cara membungkuk ini pun dibagi menjadi beberapa jenis yaitu eshaku (bungkuk 15 derajat), keirei (bungkuk 30 derajat), saikeirei (bungkuk 45 derajat), dan zarei (bungkuk saat duduk). Semakin dalam bungkukannya, semakin dalam rasa hormat yang disampaikan.

Kontak mata langsung saat membungkuk sering dihindari karena dapat dianggap kurang sopan, lebih baik menatap ke arah lantai. Sentuhan fisik saat menyapa sangat jarang dilakukan kecuali antara orang yang sangat dekat atau di luar konteks formal.

Sedangkan di Indonesia, sentuhan fisik adalah bagian integral dari budaya menyapa, menunjukkan kehangatan dan kedekatan antarindividu.

Salaman adalah bentuk sapaan paling umum di berbagai konteks, dari formal hingga informal. Jabat tangan biasanya dilakukan dengan ringan untuk menunjukkan rasa hormat yang lebih besar atau saat menyapa orang yang lebih tua.

Selain salaman, orang Indonesia juga umumnya mencium tangan orang tua atau saudara yang lebih tua sebagai bentuk hormat dan kedekatan.

Etika Makan: Sopan & Sunyi vs Santai & Ramai

Etika makan di Jepang sangat detail dan penuh aturan, menekankan rasa hormat terhadap makanan dan orang lain di sekitar. 

Di Jepang, sumpit tidak boleh ditancapkan tegak di nasi karena dianggap seperti persembahan untuk orang meninggal. Selain itu, sumpit tidak boleh digunakan untuk menunjuk orang, tidak boleh digunakan untuk memindahkan makanan dari sumpit ke sumpit lain, dan tidak boleh disilangkan saat diletakkan. 

Umumnya, makan dengan tenang dan tidak bersuara keras adalah bentuk kesopanan. Namun, ada pengecualian, yaitu saat makan mi seperti ramen atau udon, menyeruput mi dengan sedikit suara dianggap sebagai tanda apresiasi kepada rasa makanan dan yang memasak makanan tersebut. 

Sebelum makan, orang Jepang mengucapkan “Itadakimasu” (いただきます) sebagai ucapan selamat makan. Setelah makan, diucapkan “Gochisousama (deshita)” (ごちそうさまでした) yang merupakan  ungkapan terima kasih kepada yang memasak.

Etika makan di Indonesia umumnya lebih santai dan menekankan kebersamaan serta komunikasi. Selain menggunakan sendok dan garpu, makan dengan tangan (terutama tangan kanan) adalah hal yang umum dan dianggap nikmat. Suasana makan seringkali juga ramai dan penuh tawa, karena waktu ini digunakan sebagai waktu untuk mengobrol bersama-sama.

Di Indonesia, tidak ada pula frasa spesifik yang diucapkan sebelum dan sesudah makan seperti di Jepang, meskipun doa sebelum makan adalah hal yang umum dilakukan.

Cara Berpakaian: Rapi & Formal vs Variatif & Lokal

Gaya berpakaian di Jepang cenderung rapi, sopan, dan seringkali formal, bahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kimono adalah pakaian tradisional Jepang yang paling dikenal. Saat ini, kimono umumnya dikenakan hanya untuk acara-acara khusus dan formal seperti pernikahan, festival (matsuri), upacara kelulusan, atau saat mengunjungi kuil.

Di kota-kota besar, banyak orang Jepang, terutama pekerja kantoran, memilih gaya berpakaian yang rapi dan konservatif. Pria sering mengenakan jas atau kemeja dengan celana bahan. Perempuan cenderung mengenakan blus, rok panjang, atau celana formal. Pakaian kasual juga rapi dan tidak terlalu terbuka. Aspek kebersihan dan kerapian sangat ditekankan.

Indonesia, dengan keberagaman budayanya, menampilkan variasi pakaian yang sangat kaya, dari tradisional hingga modern, dan seringkali lebih santai dibandingkan Jepang.

Batik adalah kain tradisional dan warisan budaya Indonesia yang sangat terkenal. Batik digunakan dalam berbagai kesempatan: dari pakaian formal hingga pakaian sehari-hari yang kasual. Bagi perempuan, kebaya adalah blus tradisional yang sering dipadukan dengan kain batik atau songket. Kebaya dikenakan untuk acara formal, pernikahan, upacara adat, dan kadang-kadang sebagai pakaian kerja di industri tertentu.

Pakaian sehari-hari di Indonesia jauh lebih variatif dan santai. Kaos, celana jins, dan sandal adalah hal yang umum. Namun, di tempat ibadah atau acara formal, pakaian sopan tetap dijaga.

Budaya Kerja: Totalitas vs Keseimbangan

Karyawan Jepang cenderung memiliki loyalitas yang sangat tinggi terhadap perusahaan mereka, seringkali bekerja di perusahaan yang sama untuk jangka waktu yang sangat lama, bahkan seumur hidup. Sehingga, fenomena kerja lembur adalah hal yang sangat umum di Jepang, bahkan tanpa dibayar. Ini sering dianggap sebagai bentuk dedikasi dan komitmen. 

Sayangnya, budaya kerja yang ekstrem ini telah memunculkan fenomena karoshi, yaitu kematian karena kelelahan kerja yang berlebihan. Hal ini menunjukkan betapa tingginya tekanan dan ekspektasi kerja di Jepang.

Dibanding dengan Jepang, budaya kerja di Indonesia relatif lebih fleksibel dan menekankan pada keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi. Meskipun dedikasi penting, jam kerja di Indonesia umumnya lebih fleksibel. 

Karyawan di Indonesia cenderung lebih menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Waktu untuk keluarga, hobi, dan istirahat dianggap penting. Hubungan personal dan kekeluargaan memainkan peran penting di lingkungan kerja. Suasana kantor seringkali lebih santai dan penuh interaksi personal.

Baca Juga: Budaya Kerja Jepang: Kaizen hingga Ganbatte, Kenali Di Sini!

Cara Berkomunikasi: Tidak Langsung vs Ekspresif

Komunikasi Jepang cenderung tidak langsung, penuh nuansa, dan menekankan pada menjaga harmoni serta menghindari konfrontasi langsung.

Konsep kunci adalah honne (perasaan atau niat sebenarnya) dan tatemae (perilaku yang diharapkan secara sosial). Orang Jepang sering menyampaikan tatemae untuk menjaga kesopanan, sehingga pesan honne harus dipahami secara implisit. Ekspresi wajah, nada suara, jeda, dan konteks situasi sangat penting dalam memahami pesan. Seringkali, “ya” tidak selalu berarti setuju, bisa berarti “saya mengerti apa yang Anda maksud”.

Permintaan maaf sering digunakan bukan karena merasa bersalah, tetapi sebagai tanda kesopanan untuk mencegah terjadinya konflik. Penolakan atau ketidaksetujuan jarang disampaikan secara langsung. Kemungkinan, orang Jepang akan mencari seribu cara untuk menyampaikan hal tersebut tanpa menggunakan kata “tidak” secara eksplisit.

Komunikasi di Indonesia cenderung lebih langsung, ekspresif, dan seringkali diselingi humor untuk mencairkan suasana. Orang Indonesia umumnya lebih terbuka dalam menyampaikan perasaan dan opini mereka. Humor sering digunakan untuk mencairkan suasana, membangun keakraban, atau bahkan untuk mengkritik secara halus. 

Meskipun tetap ada norma kesopanan, konfrontasi langsung atau pengungkapan ketidaksetujuan lebih umum diterima daripada di Jepang, terutama jika dilakukan dengan cara yang sopan.

Persepsi Waktu: Tepat vs “Jam Karet”

Di Jepang, ketepatan waktu adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi dan dianggap sebagai bentuk etika, rasa hormat, dan profesionalisme. Waktu dilihat sebagai sumber daya yang berharga yang tidak boleh disia-siakan

Transportasi umum di Jepang pun sangat terkenal dengan ketepatan waktunya, bahkan keterlambatan beberapa detik saja bisa menjadi berita atau memerlukan permintaan maaf resmi. Datang terlambat untuk janji temu pribadi atau bisnis juga dianggap sangat tidak sopan dan tidak profesional. Jika ada kemungkinan terlambat, bahkan hanya satu atau dua menit, orang Jepang akan segera memberitahu dan meminta maaf secara tulus.

Di Indonesia, konsep “jam karet” atau “ngaret” masih sering ditemui. Meskipun ketepatan waktu dihargai, keterlambatan seringkali lebih dimaklumi dan tidak dianggap sebagai kesalahan besar. Untuk pertemuan sosial atau informal, datang terlambat 15-30 menit bukanlah hal yang aneh atau dapat diterima. Jika ada keterlambatan, biasanya cukup dengan pemberitahuan singkat. 

Budaya Antri: Disiplin vs Dinamis

Budaya antri di Jepang dikenal sangat disiplin, tertib, dan penuh kesabaran. Ini adalah salah satu aspek budaya yang paling mengesankan bagi banyak pendatang.

Di stasiun kereta, halte bus, toko, bank, atau bahkan toilet umum, orang Jepang akan secara otomatis akan membentuk antrean dan menunggu giliran mereka dengan sabar. Ini adalah bagian dari pendidikan sejak dini dan nilai kolektivisme. Tidak ada dorong-dorongan atau usaha untuk menyerobot antrean. Setiap orang akan menjaga jarak yang wajar dari orang di depannya. Suasana antrean cenderung tenang dan hening, minim percakapan keras atau gangguan.

Budaya antri di Indonesia masih dalam tahap perkembangan dan seringkali menunjukkan dinamika yang lebih bervariasi. Tingkat kedisiplinan antrean seringkali bergantung pada tempatnya (misalnya, bank dan rumah sakit biasanya lebih teratur) dan ada atau tidaknya petugas yang mengawasi.

Meskipun ada kesadaran untuk antre, fenomena menyerobot antrean masih bisa terjadi, terutama di tempat yang ramai atau kurang pengawasan. Orang mungkin mencoba mencari celah untuk maju lebih cepat.

Kebersihan & Lingkungan: Mottainai vs Sedang Berkembang

Jepang terkenal dengan tingkat kebersihannya yang luar biasa dan kesadaran lingkungan yang tinggi. Hal ini adalah bagian integral dari pendidikan anak-anak di sekolah. Mereka diajarkan untuk membersihkan kelas mereka sendiri, memungut sampah, dan bertanggung jawab atas lingkungan sekitar. 

Jepang memiliki sistem pemilahan sampah yang sangat rumit dan ketat. Sampah harus dipisah ke dalam berbagai kategori dan dibuang pada hari-hari tertentu. Filosofi Mottainai mendorong praktik daur ulang dan pengurangan limbah. Tanggung jawab atas kebersihan adalah upaya kolektif, bukan hanya tugas pemerintah.

Di Indonesia, kesadaran akan kebersihan dan pengelolaan lingkungan terus meningkat, namun masih dihadapkan pada banyak tantangan di berbagai wilayah. Kota-kota besar mungkin memiliki upaya kebersihan yang lebih terorganisir dibanding wilayah-wilayah pedesaan.

Pemilahan sampah belum menjadi kebiasaan umum di semua lapisan masyarakat, dan masalah sampah yang menumpuk atau dibuang sembarangan masih sering terlihat. Meskipun ada tantangan, banyak komunitas dan individu yang aktif dalam kampanye kebersihan, gotong royong, dan inisiatif daur ulang. Ada peningkatan kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan.

Transportasi Umum: Super Tepat Waktu vs Sedang Bertumbuh

Jepang terkenal di seluruh dunia karena sistem transportasi umum yang luar biasa efisien, tepat waktu, dan bersih. 

Jaringan kereta api dan subway di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka sangat ekstensif dan terhubung dengan baik. Kereta beroperasi dengan frekuensi tinggi dan hampir tidak pernah terlambat. 

Shinkansen adalah ikon transportasi Jepang, dikenal karena kecepatan, kenyamanan, dan ketepatan waktunya yang legendaris. Ini menghubungkan kota-kota besar di seluruh Jepang dengan efisiensi tinggi.

Sistem transportasi umum di Indonesia sedang dalam tahap pertumbuhan dan modernisasi, terutama di kota-kota besar, namun masih dihadapkan pada tantangan besar seperti kemacetan.

Di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya, moda transportasi modern seperti MRT (Mass Rapid Transit), LRT (Light Rail Transit), dan TransJakarta (Bus Rapid Transit) mulai berkembang dan menawarkan alternatif yang lebih baik bagi komuter. Mereka menawarkan jadwal yang lebih teratur dan kenyamanan yang meningkat. Kereta komuter juga berperan penting dalam menghubungkan kota-kota penyangga dengan pusat kota.

Meskipun ada kemajuan, kemacetan lalu lintas yang parah masih menjadi masalah utama, terutama di Jakarta dan Surabaya. Ini seringkali memengaruhi ketepatan waktu bus dan moda transportasi jalan raya lainnya.

Pendidikan & Budaya Membaca

Sistem pendidikan Jepang dikenal sangat kompetitif, menekankan disiplin, dan memiliki budaya membaca yang mengakar kuat.

Masuk ke sekolah atau universitas top sangat kompetitif, membutuhkan persiapan dan kerja keras yang intensif. Pendidikan sejak usia dini sudah menekankan kedisiplinan, tanggung jawab, dan nilai-nilai sosial.

Selain itu, Jepang juga memiliki budaya membaca yang sangat kuat. Membaca adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari, mulai dari membaca buku, komik (manga), hingga surat kabar di perjalanan kereta. 

Di Indonesia, tingkat literasi terus berkembang, namun masih dihadapkan pada tantangan dalam hal akses terhadap buku berkualitas dan peningkatan minat baca secara keseluruhan. Akses terhadap buku-buku berkualitas dan perpustakaan yang memadai masih menjadi tantangan, terutama di daerah-daerah terpencil.

Sistem pendidikan Indonesia terus berevolusi, dengan kurikulum yang bervariasi dan upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh jenjang. Meskipun ada tantangan, semangat belajar dan mengejar pendidikan sangat tinggi di kalangan masyarakat Indonesia, terutama untuk meningkatkan status sosial dan ekonomi.

Baca Juga: Motivasi Kerja di Jepang: Peluang, Keuntungan, & Pengalaman

Tradisi Keagamaan & Spiritualitas

Di Jepang, dua agama utama adalah Shinto (agama asli Jepang) dan Buddha. Namun, praktik keagamaan mereka seringkali lebih bersifat ritualistik, sinkretis, dan kurang dogmatis dibandingkan di banyak negara lain. Banyak orang Jepang mengamalkan ritual dari kedua agama secara bersamaan. Upacara kelahiran sering dilakukan di kuil Shinto, sementara pemakaman dilakukan di kuil Buddha.

Fokusnya lebih pada ritual, perayaan musiman, dan menjaga tradisi, bukan pada keyakinan teologis yang ketat. Mengunjungi kuil dan melakukan doa adalah hal umum, tetapi tidak selalu dilakukan secara rutin setiap hari.

Agama seringkali dianggap sebagai masalah pribadi, dan diskusi terbuka tentang keyakinan agama tidak terlalu umum.

Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, dan sangat multireligius dengan enam agama resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu). Religiusitas di Indonesia sangat aktif dan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Indonesia menunjukkan keberagaman agama yang kaya, dan setiap agama memiliki praktik dan perayaan yang aktif. Bagi sebagian besar penganut agama, kegiatan ibadah dilakukan secara rutin dan menjadi bagian tak terpisahkan dari jadwal harian (misalnya, salat lima waktu bagi Muslim, pergi ke gereja pada hari Minggu bagi umat Kristen).

Ekspresi keagamaan seringkali terlihat di ruang publik, seperti suara azan dari masjid, perayaan hari besar keagamaan, atau simbol-simbol agama di tempat umum.

Teknologi & Media Sosial

Meskipun Jepang adalah pemimpin dalam inovasi teknologi, penggunaan media sosial cenderung lebih tertutup dan privasi sangat dijaga ketat. Orang Jepang cenderung lebih berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi mereka di media sosial. 

Aplikasi pesan seperti LINE sangat dominan untuk komunikasi pribadi, karena adanya preferensi terhadap pesan tertulis yang tidak mengganggu privasi. Ada pula kecenderungan untuk menggunakan nama samaran atau avatar di forum online dan beberapa platform media sosial.

Meskipun platform global seperti Twitter (X) dan Instagram populer, TikTok juga tumbuh pesat. Namun, konten yang dibagikan seringkali lebih terkurasi dan tidak se-ekspresif di negara lain.

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan pengguna media sosial tertinggi di dunia. Mayoritas penduduk Indonesia aktif di berbagai platform media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, WhatsApp, dan YouTube. Media sosial digunakan untuk komunikasi pribadi, bisnis, hiburan, dan berita.

Orang Indonesia cenderung lebih ekspresif dan terbuka dalam membagikan kehidupan pribadi, opini, dan kegiatan sehari-hari mereka di media sosial. Interaksi dan komentar sangat umum.

Fenomena influencer dan konten kreator sangat besar di Indonesia, memengaruhi tren, opini, dan keputusan pembelian.

Tips Adaptasi Budaya Jepang untuk Orang Indonesia

Berikut adalah beberapa tips praktis untuk membantu transisi Anda sebagai orang asing di Jepang:

  • Belajar Buang Sampah Sesuai Kategori

Sistem daur ulang Jepang sangat ketat dan rumit. Segera setelah tiba, pelajari panduan pemilahan sampah yang disediakan oleh pemerintah kota setempat karena dapat berbeda di tiap tempat. Tidak mematuhi aturan bisa berujung pada denda atau sampah Anda tidak diambil.

  • Datang Tepat Waktu

Baik untuk janji temu pribadi, pertemuan bisnis, kelas, atau bahkan naik transportasi umum, datanglah tepat waktu atau beberapa menit sebelumnya. Jika ada kemungkinan Anda terlambat, segera beritahu mereka dan minta maaf. 

  • Menghormati Budaya Kerja dan Komunikasi Jepang

    • Di Tempat Kerja

Tunjukkan komitmen dan dedikasi Anda terhadap pekerjaan. Hormati hierarki di tempat kerja. Gunakan bahasa hormat saat berbicara dengan atasan atau senior.

  • Dalam Komunikasi

Belajarlah membaca isyarat non-verbal dan pesan yang tersirat. Orang Jepang cenderung menghindari konfrontasi langsung. Selain itu, jaga ketenangan ketika berada di tempat umum.

Baca Juga: Ingin Bekerja Ke Jepang? Berikut Ini Rata – Rata Gaji Di Jepang!

FAQ Tentang Budaya Jepang

1. Apa saja perbedaan budaya Jepang dan Indonesia?

Beberapa perbedaan utama mencakup cara menyapa, etika makan, budaya kerja, konsep ketepatan waktu, cara berkomunikasi, dan kebersihan.

2. Mengapa budaya Jepang sangat disiplin?

Kedisiplinan adalah suatu hal yang yang ditanam sejak kecil dan juga secara kolektif dalam masyarakat Jepang. Dan dengan populasi yang padat, aturan dan disiplin menjadi esensial untuk menjaga ketertiban dan kelancaran hidup bersama.

3. Apa yang harus diperhatikan orang Indonesia saat tinggal di Jepang?

Orang Indonesia perlu memerhatikan beberapa hal untuk beradaptasi di Jepang. Contohnya seperti, tidak berbicara dengan lantang di tempat umum dan selalu datang tepat waktu ketika bertemu seseorang, bahkan lebih awal. Yang pasti sebagai orang asing, kita harus selalu memerhatikan budaya dan kebiasaan yang dijunjung di negara yang kita tinggali.

4. Apakah orang Jepang ramah terhadap orang asing?

Ya, orang Jepang umumnya ramah dan sopan terhadap orang asing, meskipun mereka cenderung tertutup dan tidak se-ekspresif seperti masyarakat Indonesia. Mereka sangat menghargai etika sopan santun dan upaya orang asing untuk beradaptasi dengan budaya mereka. 

Nah, begitu lah perbedaan budaya Jepang dengan budaya Indonesia. Apakah ada perbedaan yang sudah Anda ketahui? Atau justru Anda terkejut karena baru mengetahuinya? Semoga artikel ini dapat membantu Anda ketika mengunjungi atau pun tinggal di Negeri Sakura, ya!

Bagi kalian yang ingin mewujudkan mimpi hidup di Jepang, LPK Jabung dapat menjadi solusi Anda yang resmi dan terpercaya. Hubungi LPK Jabung sekarang untuk dapatkan info lebih lanjut!

Bagikan ke: