Dunia kerja di Jepang dikenal secara global karena tingkat profesionalisme dan dedikasi yang tinggi. Namun, di balik citra produktivitas ini, terdapat kompleksitas dalam budaya jam kerja mereka yang sulit ditemukan di negara lain.
Jam kerja di Jepang adalah perpaduan antara aturan hukum yang jelas dan tekanan sosial yang kuat, menciptakan sebuah paradoks dari bekerja keras. Meskipun pemerintah telah menetapkan batas waktu yang jelas, warisan etos kerja samurai dan prinsip kaizen seringkali mendorong para pekerja untuk tinggal lebih lama di kantor. Memahami dinamika ini penting untuk siapa pun yang tertarik pada model ekonomi Jepang atau berencana untuk bekerja di sana.
Artikel LPK Jabung ini akan mengupas tuntas struktur kerja, budaya yang mendasarinya, hingga upaya reformasi yang sedang berlangsung. Simak terus artikel ini sampai akhir untuk mendapatkan pemahaman sepenuhnya!
Baca Juga: Berapa Sih Gaji Kerja di Jepang? Ketahui Rincian Lengkapnya!
Table of Contents
ToggleJam Kerja Standar dan Beragam Sistem
Dilansir dari Global People Strategist, jam kerja resmi di Jepang secara hukum telah ditetapkan tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, sesuai dengan UU Standar Perburuhan. Batasan ini mencerminkan standar internasional untuk melindungi hak pekerja. Namun, untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan industri dan jenis pekerjaan, sistem jam kerja dapat bervariasi tergantung pada perusahaan dan jenis pekerjaan.
Sistem Waktu Tetap (Kotei Jikan Seido)
Ini adalah sistem waktu tetap yang paling umum ditemukan. Pekerja diharapkan memulai dan mengakhiri pekerjaan pada waktu yang sama setiap hari, misalnya dari 09.00 hingga 18.00 dengan satu jam istirahat. Sistem ini memudahkan manajemen dan kolaborasi langsung, tetapi kurang memberikan fleksibilitas bagi pekerja.
Sistem Waktu Fleksibel (Furekkusu Taimu Seido)
Sistem waktu fleksibel ini memberikan pekerja kemampuan untuk mengatur jam masuk dan pulang mereka sendiri, asalkan mereka memenuhi jumlah total jam kerja per minggu atau bulan. Syarat utamanya adalah pekerja harus berada di kantor selama core time yang telah disepakati (misalnya, 10.00 hingga 15.00) untuk memastikan kolaborasi tim tetap berjalan lancar.
Sistem Tenaga Kerja Diskresioner (Sairyō Rōdō Seido)
Ini adalah sistem yang tidak berpatokan pada jam kehadiran, melainkan pada volume atau hasil pekerjaan yang diselesaikan. Sistem ini biasanya diterapkan pada profesi kreatif, peneliti, atau profesional tingkat tinggi yang kreativitasnya tidak dibatasi oleh waktu. Meskipun memberikan fleksibilitas mutlak, sistem ini juga memiliki risiko tinggi untuk kerja berlebihan jika tidak diatur dengan baik.
Budaya Kerja yang Memengaruhi Jam Kerja di Jepang
Terlepas dari peraturan hukum yang membatasi jam kerja, tekanan sosial dan budaya kerja yang mendalam sering mendorong jam kerja yang panjang di Jepang, menciptakan dinamika unik di lingkungan kerja yang melampaui sekadar tugas profesional.
Lembur (Zangyo)
Zangyo (lembur) adalah hal yang sangat lazim dan sering dianggap sebagai tanda dedikasi dan loyalitas terhadap perusahaan. Budaya ini berakar dari masa pertumbuhan ekonomi pasca-perang. Seringkali, pekerja melakukan lembur tanpa kompensasi yang memadai karena tekanan sosial untuk tidak pulang lebih dulu daripada atasan atau rekan kerja senior. Ketidakmauan untuk meninggalkan kantor dianggap sebagai semangat kerja yang tinggi.
Presenteeism
Dilansir dari Alodokter, istilah Presenteeism mengacu pada karyawan yang tetap hadir di kantor meskipun sedang dalam keadaan sakit atau stress sehingga mengurangi produktivitas dan meningkatkan terjadinya error. Budaya ini menghambat efisiensi dan keseimbangan hidup-kerja.
Karoshi
Karoshi (過労死), yang berarti “kematian akibat kerja berlebihan”, adalah istilah yang menyeramkan dan merupakan isu serius yang mencerminkan tekanan ekstrem dan ekspektasi tinggi terhadap para pekerja di Jepang. Kematian ini biasanya disebabkan oleh penyakit jantung atau stroke akibat stres kronis dan kurang tidur yang disebabkan oleh jam kerja yang terlalu panjang. Pemerintah sering kali mengakui kasus Karoshi secara hukum.
Baca Juga: Kupas Tuntas Budaya 5S Jepang, Kerja Efisien Tanpa Batas!
Aturan Lembur dan Waktu Istirahat
Untuk melawan budaya kerja yang berlebihan, Pemerintah Jepang telah memperketat peraturan untuk melindungi pekerja dari bahaya Karoshi dan eksploitasi.
Batasan Lembur
Pemerintah telah menetapkan batas maksimal lembur yang wajib dipatuhi oleh perusahaan, yaitu 45 jam per bulan atau 360 jam per tahun. Batasan ini ditetapkan melalui “Agreement 36” (36 Kyōtei) yang merupakan kesepakatan tertulis antara manajemen dan perwakilan pekerja. Pelanggaran terhadap batas ini dapat mengakibatkan denda berat bagi perusahaan. Meskipun demikian, terdapat kasus di mana batas ini dapat dilampaui dalam keadaan darurat atau khusus, namun tetap dengan batasan hukum yang sangat ketat.
Waktu Istirahat
Setiap pekerja memiliki hak untuk mendapatkan waktu istirahat yang layak sebagai berikut:
- Minimal 45 menit untuk jam kerja antara 6 hingga 8 jam.
- Minimal 60 menit untuk jam kerja lebih dari 8 jam.
Perusahaan tidak dibolehkan mengganggu pekerja selama waktu istirahat ini dan istirahat tersebut tidak termasuk dalam perhitungan jam kerja resmi.
Baca Juga: Kehidupan Kerja di Jepang: Apa Saja yang Perlu Diketahui?
Upaya Reformasi dan Perubahan Budaya
Menyadari dampak negatif jangka panjang dari jam kerja yang panjang terhadap kesehatan mental, kesehatan fisik, dan tingkat kelahiran, pemerintah dan perusahaan di Jepang mulai mengambil langkah progresif untuk menciptakan keseimbangan hidup-kerja (work-life balance) yang lebih baik.
Inisiatif Pemerintah
Program seperti Premium Friday diluncurkan dengan tujuan mendorong pekerja untuk pulang lebih awal (misalnya, pukul 15.00) pada hari Jumat terakhir setiap bulan. Meskipun implementasinya masih bervariasi, inisiatif ini bertujuan untuk mengubah budaya kehadiran berlebihan (Presenteeism) dan mendorong pekerja menggunakan waktu ekstra untuk rekreasi atau menghabiskan waktu bersama keluarga.
Inisiatif Perusahaan
Beberapa perusahaan besar seperti Toyota dan Hitachi telah mengadopsi kebijakan fleksibel yang lebih agresif. Ini termasuk menerapkan kerja jarak jauh secara ekstensif, memperluas jam kerja fleksibel, dan secara aktif mematikan lampu kantor pada jam tertentu untuk mendorong pekerja pulang. Inisiatif ini dibuat untuk mendukung kesejahteraan karyawan dan menarik tenaga kerja muda yang lebih menghargai fleksibilitas.
Daftar Hari Libur Nasional (Kokumin no Shukujitsu)
Meskipun dikenal dengan budaya kerja keras, Jepang juga memiliki jumlah hari libur nasional (Kokumin no Shukujitsu) yang cukup banyak, memberikan kesempatan bagi pekerja untuk beristirahat dan menghabiskan waktu dengan keluarga. Berikut adalah daftar hari libur nasional yang ada di Jepang:
Hari Libur | Nama Hari Libur | Makna |
| Januari | Seijin no Hi (Hari Kedewasaan) | Merayakan mereka yang mencapai usia 20 tahun. |
| Februari | Kenkoku Kinen no Hi (Hari Pendirian Nasional) | Merayakan pendirian negara dan dinasti Kekaisaran. |
| Maret | Shunbun no Hi (Hari Ekuinoks Musim Semi) | Menghormati alam dan mencintai makhluk hidup. |
| Mei | Kenpo Kinenbi (Hari Peringatan Konstitusi) | Merayakan berlakunya Konstitusi Jepang pasca-perang. |
| Mei | Midori no Hi (Hari Penghijauan) | Menghargai alam. |
| Mei | Kodomo no Hi (Hari Anak-anak) | Merayakan kepribadian anak-anak dan kebahagiaan mereka. |
| Juli | Umi no Hi (Hari Laut) | Menghargai lautan dan berharap pada kemakmuran bangsa maritim. |
| Agustus | Yama no Hi (Hari Gunung) | Memberikan kesempatan untuk menghargai pegunungan dan alam. |
| September | Keirō no Hi (Hari Penghormatan Orang Tua) | Menghormati warga lanjut usia. |
| September | Shūbun no Hi (Hari Ekuinoks Musim Gugur) | Menghormati leluhur dan mereka yang telah meninggal. |
| Oktober | Taiiku no Hi (Hari Kesehatan dan Olahraga) | Mendorong gaya hidup aktif dan sehat. |
| November | Bunka no Hi (Hari Kebudayaan) | Mempromosikan budaya dan seni. |
| November | Kinrō Kansha no Hi (Hari Berterima Kasih kepada Pekerja) | Menghargai hasil kerja dan produksi. |
Sistem jam kerja di Jepang adalah cerminan dari kontradiksi antara aturan hukum yang modern dan budaya kerja historis yang kaku. Meskipun aturan menetapkan 8 jam kerja sehari dan batas lembur 45 jam, budaya seperti Zangyo (lembur berlebihan) dan Presenteeism seringkali mengaburkan batas ini, bahkan memicu isu Karoshi. Namun, dengan inisiatif Premium Friday dan adopsi jam kerja fleksibel oleh perusahaan, Jepang secara bertahap bergerak menuju keseimbangan hidup-kerja yang lebih sehat.
Sebelum membulatkan tekad untuk bekerja di Jepang, penting untuk mengetahui sistem jam kerja yang berlaku di negara tersebut. Bagi kalian yang berminat untuk bekerja di Jepang, LPK Jabung dapat menjadi solusi Anda yang resmi dan terpercaya. Hubungi LPK Jabung sekarang untuk dapatkan info lebih lanjut!




